Monday, December 12, 2016

Seratan Alit Sarasilah Wirasaban Banyumas



a.         Wirasaba identik dengan Paguhan yang secara berangsur-angsur berubah menjadi Paguwon atau Peguwon. Desa Paguwon sebagai sisa-sisa kadipaten Wirasaba yang sekarang terletak di kota Purwokerto.1 Versi lain adalah legenda Kiai Kartisara yang memiliki putra Kartisara, yang bernama Kendang Gumulung, yang memiliki perguron.  Menurut Koderi, 1991 dalam tulisan yang dikutip dari tulisan Priyadi 2008, Kata perguron ditafsirkan secara berangsurangsur berubah menjadi Peguwon. Tafsir legenda tadi tampaknya kurang memahami bahwa di Banyumas terdapat kerajaan bawahan Majapahit, yaitu Paguwan atau Peguwon, suatu nama yang bergeser dari ucapan Paguhan. Paguwon dalam teks-teks Babad Banyumas disebut kerajaan atau kadipaten Wirasaba.1
b.         Bacaan yang tepat untuk nama kota Purwokerto adalah Purwakerta. Bagi orang perdesaan Banyumas di sebelah selatan Serayu, kata Purwakerta akrab dibaca Puraketa, Praketa, atau Prakerta. Versi lain adalah legenda Kiai Kartisara yang  mengusulkan nama Purwakerta. Suatu nama yang tentu sangat dekat dengan nama tokoh legendaris tersebut.1
c.         Kata Toyamas merupakan bentuk krama dari Banyumas. Dalam tradisi Jawa, khususnya pada naskah Jawa, terdapat kebiasaan untuk mengkramakan nama-nama tempat (toponim), seperti Semarang menjadi Semawis, Mataram menjadi Matawis atau Ngeksiganda.2
d.         Sebutan untuk pemimpin di masa lalu adalah Kuwu atau Akuwu. Kata Kuwu merupakan sebutan pemimpin suatu wilayah pemerintahan kuno di Jawa. Sebutan Kuwu diganti menjadi Adipati pada masa kerajaan Demak. Kelak di tahun 1830an oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda digunakan istilah Regen atau Bupati seperti yang kita kenal sekarang. …….dat Madjapahit en het oude geloof waren  verdwenen en hadden plaats gemaakt voor het Sultanaat van Demak en de leer van den **** ......die koewoe van **** was, vergund werd den titel te voeren van Adipati van ****,…… (TIJDSCHRIFT VOOR INDISHCHE TAAL – LAND – EN VOLKENKUNDE DEEL XLIII BATAVIA 1901 HALAMAN 423)3
e.         Nama alit dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) nama yang diberikan orang tua kepada anak pada waktu selamatan sepasaran ‘usia lima hari’ atau puputan ‘tanggalnya tali pusar’, dan (2) nama yang diberikan kepada anak sebagai pengganti nama sebelumnya karena sakit-sakitan, tertimpa musibah, dan sebagainya (Setjadrana dalam Riyadi, 1999:80). nama sepuh dapat dibedakan menjadi dua pula, yakni (1) nama yang diberikan sehubungan dengan pernikahan, dan (2) nama yang diberikan berkenaan dengan kedudukan atau jabatan tertentu. Dalam etnis Jawa ketika orang menjadi semakin berumur mereka akan memilih nama yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisinya. Mungkin nama itu disesuaikan dengan pekerjaannya, jabatannya, atau mungkin juga disinkronisasikan dengan tokoh yang dikagumi.2
f.          Toyareka bukanlah nama asli, tetapi nama rekaan. Tokoh Demang Toyareka sering disebut dengan nama Raden Bagus Joko Suwarjo. Kadangkala Toyareka disebut juga Banyureka. Toyareka adalah pembawa fitnah yang memulai segala peristiwa. Toya artinya banyu dalam klasifikasi berada di sebelah timur. Timur adalah awal mula peristiwa sebagaimana matahari terbit dari timur.
g.         Dalam versi yang lain disebutkan wirasaba dibagi menjadi empat yaitu Wirasaba, Senon, Toyareka dan Pasir.4
h.         Bratadiningrat (Adipati Mertadireja I) adalah cucunda dari Tumenggung Yudhanegara III, putera Ngabehi Singasari dari desa Kedungrandu, Patikraja. Setelah Yudhanegara III menjabat sebagai Patih Ngayogyakarta Hadiningrat, keturunannya yang masih tinggal di Banyumas kemudian meneruskan trah Yudanegaran dengan nama trah Mertawijaya, melanjutkan nama muda dari Yudhanegara III. Sedangkan, keturunan yang berada di Ngayogyakarta Hadiningrat keturunannya disebut trah Danurejan.5
i.           Tumenggung Sokaraja, Bratadimedja diangkat sebagai pengganti Martadiredja I dengan gelar nunggak semi Mertadiredja II. Raden Adipati Mertadiredja II berdasarkan Resolutie No. 1 tertanggal 22 Agustus 1831 menjabat bupati Ajibarang yang secara legenda menggantikan Tumenggung Jayasinga dengan wilayah meliputi distrik Purwokerto, Ajibarang,Jatilawang, dan Jambu (Atmodikoesoemo, 1988: 85).1
j.           Purbalingga sebenarnya dari Prabhalingga yang berarti sinar lingga karena di Purbalingga banyak ditemukan lambang Siwaistis berupa lingga. Nama Prabhalingga sering dibaca sama dengan Probolinggo di Jawa Timur sehingga akhirnya diganti Purbalingga  bacaan berdasarkan bahasa Jawa baku yang disebut bahasa Jawa Yogya-Solo.1
l.           Akibat Pakubuwono II terhasut oleh Patih Kraton yang mengatakan bahwa Yudanegara II meninggalkan Ngabehi Mangunyuda  ketika keduanya terjebak dalam pertempuran di Loji VOC. Peristiwa ini mengakibatkan tewasnya Ngabehi Mangunyuda. Akibatnya Pakubuwono II marah besar dan menjatuhkan hukuman mati kepada Yudanegara II. Panji Gandasubrata (Bagus Kunthing) putra Yudanegara II yang tinggal di Keraton Surakarta bersama neneknya, diam-diam mengirim utusan kepada ayahnya untuk memberi kabar. Adipati Yudanegara II pun terkejut dan sangat kecewa sampai meninggal mendadak dihadapan pejabat Kadipaten Banyumas yang tengah menghadap di Pendopo Si Panji.6
m.        Untuk mengatur pemerintahan di wilayah Jawa, Raja Louis Bonaparte atas nama Kaisar Napoleon Bonaparte kemudian menunjuk Herman Willem Daendels (1808-1811) untuk mengantikan Albertus Henricus Wiese (1805-1808) sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, dan kemudian diganti oleh Jan Willem Janssens (1811), dengan tugas mempertahankan Jawa dari serangan Kekaisaran Inggris.5

No comments:

Post a Comment